Tanggal : 08/13/2019, 10:20:32, dibaca 1928 kali.
Diklat STEM VEDC Malang
Dari hasil survey PISA (Indonesia termasuk 10 besar dari bawah) dan hasil TIMSS (menempati urutan ke 45 dari 48 negara), serta untuk menghadapi tantangan keterampilan abad 21 yang inovatif, kreatif dan kepribadian (sikap, karakter, dan kebiasaan yang baik) diperlukan pendidikan STEM (Sains, Teknologi, Enjinering, Matematika) sebagaimana telah diterapkan di negara maju (Jepang, Korea, Australia, United Kingdom) ataupun negara berkembang (Thailand, Singapura, Malaysia). Kesadaran di kalangan pakar pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan kejuruan akan pentingnya pendekatan pembelajaran berbasis STEM.
Diklat STEM ini berlangsung 4 tahap, pertama in service training yang telah terselenggara pada tanggal 7 – 11 Mei 2019 berupa overview, penyampaian kebijakan nasional, karakteristik STEM, analisis STEM-K13, model pembelajaran, penilaian, pengembangan, perangkat pembelajaran, rencana tindak lanjut, evaluasi program, serta launching implementasi STEM. Kedua, pendampingan tahap 1 (mulai hari ini 13 Agustus 2019 hingga 15 Agustus 2019) berupa review rancangan dan proses implementasi, ujicoba hasil, rancangan, dan umpan balik-perbaikan. Ketiga, pendampingan tahap 2 yang direncanakan pada tanggal 16 – 18 September 2019 berupa review proses implementasi, ujicoba hasil, umpan balik perbaikan, serta evaluasi program. Dan terakhir tahap keempat direncanakan pada tangga 27 – 31 Oktober 2019 dengan kegiatan ekspos dan pengembangan berupa ekspos proyek STEM internal, persiapan ekspos, pengimbasan, serta evaluasi program.
Dengan terselenggaranya pembelajaran berbasis STEM akan menaikkan urutan PISA dan TIMSS dengan tolok ukur kemampuan berpikir peserta didik bidang sain, matematika, dan literasi. Selanjutnya meningkatkan nilai daya saing tamatan SMK yang memiliki keterampilan abad 21 (berpikir kritis, kreatif, komunikatif dan bekerjasama dengan penguatan karakter), mengurangi pengangguran tamatan SMK yang diterima di dunia kerja maupun dengan menciptakan lapangan kerja, serta mewadahi bagi tamatan yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Grand Design Implementasi pendekatan pembelajaran berbasis STEM di SMK bertujuan untuk memberikan arah kebijakan pelaksanaan implementasi pendekatan pembelajaran berbasis STEM pada Sekolah Menengah Kejuruan selama kurun waktu 2019-2021 kepada pihak-pihak terkait agar implementasi pendekatan pembelajaran berbasis STEM di Sekolah Menengah Kejuruan dapat berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga dan berkelanjutan.
Secara ringkas, sains merupakan kajian tentang fenomena alam yang melibatkan observasi dan pengukuran. Sedangkan teknologi dimaknai sebagai inovasi-inovasi untuk memodifikasi alam agar memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Kemudian, enjiniring (engineering) dipahami sebagai pengetahuan dan keterampilan untuk mendesain dan mengkonstruksi mesin, peralatan, sistem, material, dan proses yang bermanfaat bagi manusia secara ekonomis dan ramah lingkungan. Bagian terakhir matematika adalah ilmu tentang pola-pola dan hubungan-hubungan, dan menyediakan bahasa bagi teknologi, sains, dan enjiniring.
Pola pendekatan pembelajaran STEM ada tiga. Pertama pola pendekatan Silo (terpisah, masing-masing bidang sains, teknologi, enjinering, dan matematika masing-masing berdiri sendiri). Keterkaitan antar mata pelajaran pada pendekatan ini umumnya disampaikan secara tersurat melalui pembicaraan guru di depan kelas. Diantara pendekatan STEM lainnya, pola pendekatan Silo merupakan pembelajaran yang lebih menekankan pada penjelasan guru dibandingkan dengan kegiatan peserta didik atau secara umum dikenal sebagai model pengajaran ceramah konvensional. Pola pendekatan Silo dianggap sebagai pola pendekatan yang kurang sesuai dalam pembelajaran STEM karena pelaksanaan pembelajaran dengan Silo membuat peserta didik masih memiliki segregasi antar mata pelajaran dan tidak bisa melihatnya sebagai kesatuan utuh untuk memecahkan masalah di dunia nyata.
Kedua, pola pendekatan embendded (tertanam). Metode pola pendekatan tertanam umumnya dikenal luas sebagai pendekatan yang memberikan penekanan pada pengetahuan yang didapatkan melalui kajian permasalahan di dunia nyata dan teknik pemecahan masalah dalam konteks sosial, budaya dan fungsional. Pelaksanaan pola terinkoporasi adalah pendekatan yang cukup sesuai dengan kebutuhan STEM karena membutuhkan kecakapan multidisipliner dari materi dan konten yang peserta didik dapatkan dari berbagai mata pelajaran atau pengalaman sebelumnya. Dalam pendekatan tertanam, terdapat satu materi yang lebih diutamakan dibandingkan yang lainnya sehingga integritas dari subjek yang diutamakan tetap terjaga. Walau pun penekanan keutamaan ini memiliki kemiripan dengan pendekatan silo, terdapat perbedaan yang mendasar bahwa pola pendekatan tertanam meningkatkan pembelajaran dengan menunjukan hubungan yang jelas antara materi yang diutamakan dan materi pendampingnya. Hubungan ini disampaikan secara kontekstual dalam penjelasan bahwa materi-materi pendamping adalah penguat konsep pada materi utama, namun bidang materi-materi pendamping tersebut tidak dimasukkan ke dalam evaluasi penilaian.
Ketiga, pola pendekatan terintegrasi. Pola ketiga dan pola yang paling ideal adalah pola pendekatan terintegrasi, pada pola ini tidak ada batas antara tiap mata pelajaran sehingga semua bagian dari S, T, E, M diajarkan sebagai satu subjek utuh. Pendekatan ini mungkin dilakukan hanya dengan kurikulum yang sesuai dan mampu meningkatkan ketertarikan peserta didik pada bidang STEM. Pada pola pendekatan ini umumnya menggunakan satu diantara dua model integrasi konsep antara interdisiplin atau multidisiplin dan menggabungkan materi dari berbagai tingkatan kelas menjadi satu kesatuan subjek yang memiliki semua aspek STEM dan memiliki konten yang bisa memacu peserta didik untuk memiliki kemampuan berfikir kritis, keterampilan pemecahan masalah dan pengetahuan untuk mencapai sebuah kesimpulan.
Dalam model multidisiplin, peserta didik diarahkan untuk mampu mencari hubungan antara mata pelajaran yang berbeda yang juga diajarkan dalam waktu yang berbeda. Model ini membutuhkan kolaborasi yang baik antar guru mata pelajaran untuk menjaminkan bahwa peserta didik memahami adanya keterkaitan antar konsep dari materi yang diajarkan. Sementara itu, model interdisiplin memulai pendekatan pembelajaran melalui masalah pada dunia nyata (real life problem). Model ini menekankan pada keterkaitan-kulikular konten dengan kemampuan berfikir kritis dan pemecahan masalah peserta didik yang didasarkan pada pengetahuan yang telah dimiliki. Dapat disimpulkan bahwa, multidisiplin mengarahkan peserta didik untuk menghubungkan konsep dari beberapa mata pelajaran, sementara interdisiplin lebih memfokuskan pada perhatian peserta didik untuk memecahkan masalah menggunakan berbagai konten dan kemampuan yang telah peserta didik miliki dari berbagai mata pelajaran yang pernah mereka tahu. Secara teori, pola pendekatan integrase dengan model interdisiplin adalah pendekatan yang paling sulit dilakukan namun paling sesuai untuk pembelajaran STEM.
Implementasi pendekatan pembelajaran berbasis STEM di SMK diharapkan mencapai hasil berupa “terselenggaranya proses pembelajaran berbasis STEM di seluruh kompetensi keahlian yang memungkinkan”. Indikator keberhasilan program ini pertama, apabila terjadi penguatan 4 C (critical thinking, creative, collaboration, and communication) pada peserta didik sebagai bentuk jawaban dari tuntutan keterampilan abad 21, industry 4.0 dan society 5.0. Kedua, tersedianya sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan pendekatan pembelajaran berbasis STEM di SMK Revitalisasi. SMK Bisa. (WN)
- Berita Lainnya
-
Pameran Tefa SMKN 2 Salatiga di Tangerang
Tanggal : 10/08/2024, 16:27:08
-
Pengukuhan Paskibra Kota Salatiga
Tanggal : 08/19/2024, 06:17:40
-
ANBK 2024
Tanggal : 08/19/2024, 18:13:58
-
Donor Darah SMKN 2 Salatiga
Tanggal : 07/23/2024, 18:05:47
-
Jurnal PPDB 2024
Tanggal : 06/24/2024, 06:21:20